Permata yang hilang


When you lose your faith never lose your heart

Hari ini cuaca cerah sekali. Sangat berbeda sekali dengan hatiku yang sedang mendung. Burung-burung berkicauan menyanyi, para pelompat menari-nari. Dibawah pohon yang rindang inilah aku duduk. Kulihat anak-anak bermain dengan ceria, seakan hari ini terakhir saja. Pasangan muda saling berbagi kasih dengan dihiasi air mancur taman yang indah. Ya, aku juga pasangan muda. Bedanya hari ini aku sendiri saja.

Kulihat sepasang pria tua dan wanita. Mereka terlihat sangat mesra. Sang wanita dengan setia mengandeng  tangannya, sang pria tidak pernah berhenti tersenyum kepadanya. Sekali-kali kulihat mereka tertawa, dan harus kuakui itu adalah tawa yang paling pesona kulihat sejak senja. Aku bertanya pada diri sendiri, apa rahasianya mereka bisa tetap bersama dikala tua? Padahal usia mereka sudah tidak muda dan terlihat lelah, sedangkan aku yang  masih muda dan telah berusaha masih harus berjuang sekuat tenaga.

Harus kuaikui bahwa aku sekarang sedang berkeluh kesah. Aku mempunyai seseorang yang sangat kucintai dan telah menjalani suka duka bersama bertahun-tahun, tapi hanya demi alasan dunia kami harus berpisah. Dan itu terjadinya pagi tadi. Rasanya aku ingin marah. Rasanya aku ingin berkata kepada pasangan muda bahwa mereka telah terbuai fantasi semata. Rasanya aku ingin menghancurkan kisah mereka. Tapi, aku tidak bisa melakukannya. Karena aku bukan orang yang pemarah dan aku pun tahu itu perbuatan yang akan melukai hati DIA.

“Selamat sore anak muda, bolehkah aku yang renta duduk dikursi ini bersama?”, Terdengar suara seorang wanita membuyarkan lamunanku. Kulihat kearah suara itu. Seorang wanita yang telah berusia dewasa tersenyum kearahku. Senyumnya biasa, tapi memberikan kehangatan pada jiwa. “Silakan, aku tidak keberatan berbagi kok”, jawabku mencoba ramah.

“Namaku Margaret, aku lagi menunggu suamiku dan aku lihat kebetulan ada kursi kosong disini sehingga aku berpikir mungkin aku bisa menunggunya disini sambil meng-istirahatkan tulang dan badan yang mulai rapuh ini”, kata wanita ini ramah. Aku mempersilakannya dulu. “Namaku Andy, senang berkenalan denganmu nyonya Margaret”, balasku ramah. “Panggil aku Margaret saja”, Jawabnya.

“Hari ini begini cerah, matahari bersinar dengan indah, biru langit menggambar angkasa, tapi mengapa didekatku terasa hujan dan basah?”, tanyanya kearahku sambil tersenyum penuh makna. Dan senyuman itu sungguh hangat sekali. Aku sebenarnya agak terkejut, bagaimana dia bisa tahu apa perasaanku hari ini. Mungkin inilah yang disebut pengalaman dan usia yang membuat seseorang bijaksana.

“Aku baik-baik saja Margaret, hanya sedikit lelah karena kerja”, kataku mencoba menyembunyikan perasaanku. Aku tidak ingin wanita ramah ini mendengar keluh kesahku. Aku tidak ingin wanita baik ini harinya rusak karena masalahku. Cukup aku yang tahu perasaanku.

Margaret tersenyum kearahku. “Tahukah kamu kenapa mata disebut jendela dunia?”, Tanya Margaret padaku. Aku bingung dan dan kujawab seadannya, “Mungkin karena kita melihat dunia dengan mata?”. Dia tertawa kecil. Tawanya manis sekali. “Anak muda, mata disebut jendela dunia karena dari mata kita melihat dunia, bukan dunia yang sekarang kita tinggali, tapi dunia yang ada dihati. Dan sekarang kulihat duniamu sedang berurai air mata dan masalah”, katanya penuh bijaksana.

“Aku bukannya ingin mengetahui masalahmu, tapi matamu berkata padaku hatimu perlu seseorang untuk berbagi kisahmu. Mungkin aku tidak bisa membantu apa-apa, tapi aku tahu dengan berbagi perasaan hati akan sedikit lega. Dan siapa yang tahu justru DIA yang disana mempertemukan kita supaya dengan banyaknya uban dikepalaku bisa membantumu walaupun hanya sekedar kata-kata kuno dari zaman batu”. Sungguh, aku terkejut sekali dengan tutur katanya. Dan aku sangat kagum pada wanita yang baik dan bijaksana ini.

“Aku baru berpisah dengan wanita yang sangat kucintai”, kataku mencoba menahan air mata. “Setelah sekian lama kami bersama, dia meninggalkanku dengan alasan yang sangat menguncang hatiku”. Aku terdiam sejenak. Aku tak mampu melanjutkan kata-kataku. Margaret dengan bijaksana mencerna perkataanku.  Dia tidak berkata apa-apa karena dia tahu aku perlu waktu untuk menenangkan diriku. Lalu aku melanjutkan.

“Aku memang hanyalah penjaga toko biasa. Tapi aku benar-benar mencintainya. Aku bahkan rela lapar dan haus hanya sekedar menabung untuk memberinya hadiah. Aku bahkan ikhlas berhujan demi memayunginya. Tapi aku tidak tahu kenapa hanya bertemu dengan seorang pria yang lebih ber-harta dia meninggalkanku dengan alasan-alasan yang menghancurkan seperti kepingan kaca”, ceritaku.

“Aku tidak membencinya karena dia memilih pria yang lain, tapi aku membenci diriku kenapa harus ditinggali seperti ini. Aku juga telah berusaha. Tapi aku tetap dibuangnya”. Saat ini mataku tidak bisa menipu wanita yang baik ini. Mataku mulai berkaca-kaca dan aku tahu dia pasti mengetahui betapa dalamnya perasaanku pada wanita yang kuceritakan ini.

“Siapakah nama wanita yang sangat kamu sayangi itu?”, Tanya Margaret kepadaku. “Cindy…”, jawabku pendek. Saat menyebut namanya aku terkenang kenangan saat masih bersamanya. Aku terkenang bagaimana kami menghabiskan waktu bersama. Aku terkenang saat dia bermanja memintaku membeli hadiah. Aku terkenang saat aku dan dia tertawa bersama.

“Andy…”, Margaret memanggilku dengan suara yang sangat ramah. Kucoba melihat kearahnya. Wajahnya tersirat pesona bijaksana. Bahkan diusianya yang sekitar 50an dia terlihat sangat cantik. Warna rambutnya yang putih terlihat keperakkan di sinari matahari. Jika aku bukan lagi didunia mungkin inilah sosok malaikat disurga.

“DIA yang diatas tidak pernah sekalipun memberikan cobaan yang melebihi umat-Nya. Apa yang kamu rasakan, apa yang kamu tanggiskan, bukan hanya kamu seorang yang merasakan. Masih banyak yang sepertimu saat ini, bahkan ada yang lebih menyedihkan. Tapi aku tidak ingin membandingkanmu dengan yang lainnya, karena setiap manusia mempunyai masalahnya”.

“Aku yang sekarang juga bukanlah aku yang dulu. Aku yang bisa mengatakan sangat bahagia bukanlah dulu tanpa duka. Aku yang bisa menunggu suamiku dengan penuh tawa bukanlah dulu tidak pernah terluka. Tapi aku telah melewatinya dan uban dikepalaku ini saksinya”.

“Aku mungkin tidak bisa membuat perasaanmu menjadi lega. Tapi saat kau menceritakan sepotong kisahmu, matamu mengatakan padaku bahwa hatimu mulai merasa lebih lega. Dan melihatmu yang terhanyut oleh air mata, membuatku teringat kisahku yang hampir sama denganmu saat masih muda”.

Sejujurnya aku terkejut. Wanita yang penuh bijaksana, wanita yang punya senyuman indah, wanita yang menunggu suaminya dengan tawa ramah mempunyai kisah yang mirip denganku? Aku tidak tidak tahu apakah dia sekedar ingin menghiburku ataukah memang itu kisah yang benar-benar ada. Yang kutahu  ternyata aku tidak sendirian yang mempunyai masalah, dan bukan hanya aku yang ditinggal karena berbagai alasan dunia.

Kulihat kearah Margaret. Dia memandang kearah taman. Kucoba lihat ke-matanya sebagaimana dia katakan padaku. Kulihat matanya memandang jauh. Jauh sehingga aku tidak mampu mengapai dunianya.  Dari matanya aku melihat jiwa yang sangat indah. Seindah permata, bahkan melebihi semuanya. Margaret kemudian menoleh kearahku.

“Tahukah kamu kenapa DIA memberikan kita yang pertama dan kemudian mengambilnya?”, Tanya Margaret penuh makna. Aku hanya mengelengkan kepala, bukan karena aku mencoba ramah, bukan juga karena aku menjawab seadannya, tapi aku benar-benar tidak tahu jawabannya. Dan jika tahu mungkin aku tidak akan mengalami kisahku ini.

“Saat kecil, pernahkah kamu pergi les?”, Tanya Margaret tersenyum dan penuh bijaksana. “Iya, aku pernah. Dan bahkan lebih dari satu les”, jawabku bingung. “Dan les apa yang kamu suka dan apa yang paling kamu tidak suka?”, balas Margaret padaku. “Aku suka menggambar, makanya aku bercita-cita jadi seorang designer. Dan yang paling aku tidak suka semua yang berhubungan tentang hitungan”.

“Dan aku menebak justru yang banyak hitunganlah kamu yang paling banyak bolosnya bukan?”, Tebak Margaret sambil tertawa kecil. Tawanya sangat manis. “Benar sekali, itulah yang selalu kulakukan saat ibuku mengantarku ke les hitungan”, jawabku sambil tertawa juga. Sejujurnya aku belum tahu makna dia bertanya seperti itu padaku, tapi melihatnya tertawa akupun tertawa dan untuk sementara melupakan kesedihanku.

Harus kuakui. Aku telah terhipnotis oleh tawa wanita ini. Perasaanku yang tadi duka kini berganti canda tawa. “Sebelum suamiku datang menjemputku, berkenankah kamu mendengar sedikit nasehatku? Bukan dari apa yang hendak kukatakan, tapi dari apa yang hendak kuceritakan. Karena jika aku memberimu kata-kata maka kau hanya akan dengar dengan telinga lalu lupa, tapi jika aku memberimu dengan cerita maka kau akan memahaminya didalam dada, jadi bagaimana menurutmu?”, Tanya Margaret.

Melihatnya yang penuh pesona. Mendengar tutur katanya yang bijaksana. Rasanya tidak ada yang bisa menolak tawaran malaikat yang dikirim dari surga. Aku menperbaiki tempat dudukku. Aku merapikan bajuku. Kuarahkan mataku ke matanya. Dia tersenyum menunggu. Sungguh senyum yang manis sekali. Kutarik napas panjang dan aku berkata. “Dengan sangat senang hati dan memohon aku ingin mendengar kisahmu…”, lalu wanita inipun memulai menceritakan kisahnya. Singkat dan sederhana tapi penuh makna.

Aku berkenalan dengan Joseph ketika masih duduk dibangku SMA. Saat itu hujan rintik-rintik. Aku berteduh bersama temanku disebuah rumah kosong. Seperti gadis yang mulai beranjak dewasa umumnya, obrolan kami tidak terlepas dari fashion dan pria. Dan walaupun hujan terasa menyejukkan, tawa cekikikan kami membuat matahari mencuri mendengarkan. Ini terbukti dengan hujan yang semakin lebat supaya kami mengisahkan cerita kami lebih lama.

Namaku Margaret dan kuyakin kalian sudah tahu namaku. Aku diwaktu muda cukup dikagumi oleh pria. Bukan karena hanya parasku yang menurut para Adam manis seperti gula, tapi karena aku orangnya mudah bergaul dengan siapa saja. Semua kotak inbox pesanku adalah rata-rata nomor baru yang mengajak kenalan. Dari yang sekedar basa-basi salah alamat sampai yang lansung meminta jadi pacar. Sejujurnya, aku sangat menikmati masa mudaku. Aku senang dipuja.

Hujan yang semakin deras membuatku tidak bisa segera pulang. Temanku yang menemaniku pun terpaksa berpamitan pulang dijemput pacarnya. Aku ucapkan selamat berpisah. Dalam hati aku berkata seandainya aku juga ada yang menjemputku pulang sekolah. Dan, sepertinya Tuhan menderngarkan doaku. Kulihat seseorang membawa motor buru-buru dan berhenti ditempat aku berteduh. Awalnya aku merasa cukup risih karena harus berbagi dengan orang asing.

Dia menghampiriku sambil meminta ijin untuk berteduh barang sebentar. Aku cuma mengangguk iyakan. Pria ini memarkir motornya dan melepaskan topi koboi putihnya. Dan, saat dia tanpa topi koboi itu, aku harus akui  pria ini tampan sekali – setidaknya menurut penilaianku. Dia terlihat dewasa. Rambutnya pendek menambah tampan wajahnya. Matanya biru seperti langit biru. Dari penampilan dan wajahnya, sepertinya dia seorang mahasiswa tingkat akhir ataupun pria yang sudah dewasa.

“Namaku Joseph”, katanya ramah memperkenalkan diri. “Maafkan aku ya, terpaksa mengambil tempat berteduhmu sedikit untuk mengeringkan sebentar tubuh yang basah”, sambungnya sambil tersenyum. Sejujurnya aku cukup terkesima dengan sopan santunya. Aku pun otomatis memperkenalkan diriku juga. “Namaku Margaret, salam kenal ya”, Jawabku mencoba senyum. Senyum termanis yang kupunya. Lalu benang-benang merah pun merangkai sendiri kisahnya.

Sejak hari gerimis itu, kami semakin akrab. Kami bertukar no HP dan setiap malam dia menelponku. Dalam usiaku yang dipenuhi kisah putri-putri raja dan Cinderella, aku mulai mengenal kata cinta. Sehari dia tidak mencariku, rasanya dunia ini berputar sangat lambat. Aku menunggu pesannya bukan karena isi pesannya. Aku menunggu pesannya di inbox ku karena aku ingin melihat namanya. Aku ingin membaca dia menulis namaku.

Setelah beberapa bulan mengenalnya, tepatnya 8 bulan 12 hari. Aku pun memberanikan diri mengutarakan perasaanku padanya. Aku tahu mungkin saja dia sudah punya pacar. Aku tahu resikonya aku akan ditolak. Tapi daripada aku selalu menebak apa nantinya, aku memilih untuk melangkah kedepan. Apapun nanti jawabannya, aku tetap akan memujanya. Apakah aku bodoh? mungkin saja, karena aku wanita dan aku sedang jatuh cinta.

Tanggal 20 bulan September. Itulah hari jadian kami. Iya, Joseph menerimaku. Bahkan Joseph mengatakan bahwa dia sudah menyukaiku sejak pertama kali bertemu. Aku bertanya apa yang membuatnya jatuh cinta padaku. Dia hanya tersenyum dan mencium keningku. Aku sangat senang sekali. Walaupun dia tidak menjawab pertanyaanku, sebuah kecupan sudah sangat jelas bagiku.

Hubungan kami sangat mesra. Kami melewati tahun demi tahun penuh cinta. Bahkan aku bepikir aku telah menemukan pangeranku. Semua kisah fantasi putri raja sejak aku kecil telah menjadi nyata diduniaku. Aku menemukan seorang pria yang baik, tampan dan penuh perhatian. Dan itu dia berikan padaku selama 3 tahun lamannya. Aku diantarnya pergi ketempat aku ingin pergi, dan aku dijemput kapanpun aku ingin dijemput. Sayangnya kisah kami hanya bertahan itu lamanya.

Tahun keempat aku mulai bekerja. Akupun mengenal yang namanya mewah. Dulu saat masih kuliah, aku merasa tidak terlalu dibebani yang namanya uang. Orang tuaku dari kalangan cukup berada walaupun tidak bisa dikatakan sangat kaya. Biasa kalau bersama Joseph aku tidak terlalu mengkuatirkan yang namanya uang karena Joseph dengan senang hati akan membantu semampunya. Kini setelah bekerja. Aku mulai mengenal kata yang paling DIA larang dalam kehidupan manusia. Kata itu adalah IRI dan DENGKI.

Sejak mengenal dunia kerja, aku sedikit-sedikit mulai berubah. Aku mengenal wanita-wanita yang cantik dan menarik. Aku mengenal pria-pria yang mempunyai uang dan segalanya. Sedikit banyak aku berharap Joseph seperti mereka. Aku tahu itu tidak bisa dibandingkan dengan perhatian Joseph padaku. Tapi, inikan seandainya saja bukan? dan ternyata, semua yang diandaikan itu telah menjadi kenyataanku.

Namanya George, seorang pria yang rupawan. Aku dikenalkan oleh teman kerjaku Maria. Maria mengatakan padaku bahwa George sering memujaku. Dia mengatakan aku adalah tipe wanita idamannya. Tipe yang selama ini dia cari. Dan suatu kesempatan aku pun berkenalan dengan George. Dia ternyata sangat ramah. Mapan dan perhatian. Aku pun cepat akrab dengannya.

Semenjak mengenal George, aku mulai jarang mencari Joseph. Bahkan aku sedikit menghindarinya. Bukan karena aku benci padanya, tapi karena aku ingin lebih mengenal George. Ya, mungkin aku merasa bosan dan ingin cari suasana baru dan secara kebetulan George hadir di hatiku. Apakah aku salah? mungkin juga, tapi apa salah seorang wanita memilih yang lebih baik demi masa depannya?

Tahun kelima aku putus dengan Joseph. Ya, aku yang memutuskannya. Dan kuakui aku memang sedikit menyakitinya­ – mungkin sangat menyakitinya. Aku mengatakan padanya bahwa aku merasakan hampa saat keluar dengannya. Aku mengatakan padanya aku perlu waktu untuk sendiri seperti waktu dulu. Joseph hanya diam saja. Kulihat matanya sayu. Tapi aku pura-pura tidak tahu. Setelah kuutarakan semua perasaanku, aku merasa tidak enak. Tapi jikapun Joseph mau marah silakan saja, habis itu habis perkara.

Tapi, Joseph hanya mencium keningku. Lalu mengajakku pulang. Terus terang aku merasa sangat tidak enak. Aku berharap dia lampiaskan semua amarahnya sehingga akupun merasa tidak perlu terbebani seperti ini. Tapi, ya sudahlah. Kisah kami sudah selesai. Dan akupun bisa melanjutkan kisahku sendiri yang menurutku pasti akan lebih baik. Dan memang baik sekali, tapi menurut Tuhan justru kisah yang menyayat hati.

Seperti yang kalian bisa tebak. Sejak berpisah dengan Joseph. Aku tak lama kemudian jadian dengan George. George pun dengan senang hati menerimaku sebagai pacarnya. Dan kami pun jadian. Hari-hari bersama George terasa sangat menyenangkan. Perbedaan usia kami hanya terpaut 2 tahun. Jadi kami sedang terbakar jiwa muda kami. Kami keluar bersama-sama, bertualang bersama dan semuanya benar-benar menyenangkan.

Tapi, ternyata kisah kami kandas lebih cepat dari yang kami duga. Setelah setahun berlalu kami sering berselisih pendapat. George yang awalnya penuh perhatian, lebih banyak menyisihkan waktunya untuk kerja. Aku sih tidak terlalu peduli, karena aku tahu dia pasti lelah setelah bekerja dan perlu istrirahat. Tapi aku juga perlu seseorang untuk mendengar keluh kesahku. Aku perlu seseorang yang bisa jadi telingan untuk menampung unek-unekku. Dan untuk pertama kalinya aku teringat Joseph.

Akhirnya aku berpisah dengan George. Anehnya saat berpisah dengannya aku tidak kecewa. Sakit hati tetap ada, tapi tidak sampai harus meneteskan air mata. Aku tidak tahu kenapa. Tapi saat kupandangi foto-foto Joseph yang masih kusimpan, air mataku bercucuran membasahi wajah. Aku juga tidak tahu penyebabnya. Mengapa disaat seperti ini aku malah menanggis? apakah aku menyesal? apakah aku terkena karma? apakah DIA sedang menghukumku? Dan jika iya, aku memang pantas mendapatkannya.

Setelah putus dengan George. Setiap lamunanku bayangan Joseph selalu muncul dibenakku. Bahkan aku beberapa kali memimpikannya saat bersamanya dulu. Semakin kutepis bayangannya, semakin terbayang dikepala.  Semakin ingin kulupakan, semakin melekat dia diperasaan.

Aku sekarang mengerti mengapa DIA memberikanku George, aku sekarang mengerti arti kehadiran Joseph. DIA ingin aku tahu bahwa aku diberi kesempatan memilih. Sebuah kesempatan yang hanya bisa dipilih olehku sendiri. Dan kesempatan itu adalah apakah memilih berdasarkan mata yang dikepalaku ataukah memilih berdasarkan mata yang ada hatiku.

Sekarang ingin menyesal pun sudah terlambat. Aku ingin menanggis sampai kering air matapun tidak dapat bisa mengulang waktu. Keberadaan Joseph pun aku sendiri tidak tahu. Aku benar-benar sangat menyesal. Mengapa dia memberiku pilihan jika DIA sudah memberiku yang menurut-Nya terbaik baikku? apakah aku harus menyalahkan DIA. Tentu saja ini semua kesalahanku, mengapa aku begitu mudah tergoda oleh pilihan nafsu. Dan semua telah menjadi masa lalu.

“Penyesalan dulu membawaku menjadi dewasa. Dan penyesalanku ini ingin kubagi denganmu anak muda”, kata Margaret menutup ceritanya. “Ceritaku disini adalah sebagai posisi wanita yang kamu cintai. Wanita yang bernama Cindy. Aku telah menyia-yiakan pilihan DIA dan aku telah menyesalinya. Jika Wanita yang kamu cintai meninggalkanmu seperti layaknya diriku yang dulu, percayalah, DIA sedang merangkai kisah indah lain untukmu. Tapi sebelum itu kamu harus menerimanya bahwa dia yang sekarang bukan untukmu”, lanjut Margaret penuh bijaksana.

“Anak muda, aku telah membuang “permata” hanya demi sebuah “batu biasa” yang terlihat indah sementara saja. Saat itu aku masih begitu muda, jadi aku mudah sekali menjadi buta. Aku tidak bisa menceritakan bagaimana perasaanku saat itu. Tapi aku tahu kau pasti sangat mengerti perasaaanku. Mudah saja kita menyalahkan siapa saja yang menyakiti kita, tapi saranku sebagai wanita yang telah separuh abad ini, doakanlah yang terbaik baginya”, kata Margaret melihat kearahku sambil tersenyum manis.

Saat itulah aku merasa melihat pelangi disiang hari. Ternyata untuk melihat rangkaian indah pelangi aku harus melewati hujan dan badai dulu. Hari yang semula kuanggap hari yang paling menyakitkan, malah berubah menjadi hari yang yang paling kusyukuri. Seperti kata Margaret, DIA sedang memberiku les dan aku mengerti maknanya sekarang. Jika LES nya saja aku tidak lulus bagaimana nanti UJIANNYA setelah penikahan?

Mataku dan pikiranku seketika terbuka. Aku berdoa berterimakasih pada DIA. Saat kuminta sebuah kata hiburan, DIA malah mengirimkan malaikat datang menghibur perasaan. Lalu aku tersadar seketika. Bukankah dia telah berpisah dengan George? dan Joseph pun dalam ceritanya dia tidak tahu kemana? lalu siapakah suami yang dia tunggu dengan setia? lalu siapakah pria beruntung itu sekarang yang dia bangga?

Seperti bisa membaca pikiranku. Margaret memegang tanganku dan bekata, “Nanti kamu akan tahu anak muda”. Aku memandang kearahnya. Jantungku berdebar-debar siapakah pria itu. Siapakah pria yang begitu mempesona sehingga menaklukan hati malaikat ini dan menghabiskan tua bersama. Saat sedang deg-degan bermain detektif dengan kepalaku, dari jauh kulihat seorang pria menghampiri kami.

“Anak muda, sebelum aku dijemput suamiku, ijinkan aku berpesan terakhir bagimu. Mungkin kita tidak akan bersua lagi,  tapi ingatlah kata-kata nenek tua ini dan patrikan dihati. Saat kau kehilangan pemata dunia, janganlah sampai kau kehilangan permata DIA. Permata memang bersinar indah dimata, tapi doa lebih bersinar dihadapan-Nya. DIA kadang memberi yang pertama dan mengambilnya kembali supaya kau menghargai yang kedua. Kini aku telah diberikan yang kedua, dan aku sangat bahagia. Aku telah melewatinya bersamanya 50 tahun lamanya”.

Mendengar kata-katanya, mataku seketika berkaca-kaca. Bukan karena kata-katanya yang indah dan penuh bijaksana. Tapi apa yang diucapkan penuh rasa cinta dan tulus adanya. Aku berterimakasih pada Tuhan atas pertemuan ini yang tidak ternilai harganya. Aku berterimakasih kepada wanita ini yang menjadi malaikat dikala duka.

Saat pria itu didekat kami, aku bisa melihat pria ini dengan jelas. Wajahnya yang tampan disertai kumis tipis diwajah menambah wibawanya. Dia memakai topi koboi warna putih yang sederhana. Sangat mempesona. Padahal usia mereka tidaklah muda, tapi kisah mereka malah lebih indah dari pasangan muda. Margaret berdiri dihadapannya. Pria ini mencium keningnya kemudian berpamitan pulang. Sebelum melangkah jauh Margaret menoleh kearahku. Dia mengedipkan matanya sambil berkata tanpa suara memberitahu penasaranku. Nama suaminya adalah…

Ternyata benar pria yang menjadi suaminya sesuai dengan harapan dan perkiraanku. Air mataku langsung turun membasahi wajahku. Kali ini bukan air mata sedih karena terluka, tapi kali ini adalah air mata bangga dan bahagia melihat mereka yang penuh pesona. “Terimakasih Margareth, terimakasih…”, bisikku sambil melihat mereka berlalu.

Leave a comment